Sabtu, 31 Maret 2012

Pengembangan Diri

MANAJEMEN PENGEMBANGAN DIRI
Ust.Setiawan Budi Utomo

Prestasi merupakan refleksi jiwa. Jiwa yang dinamis akan merefleksikan semangat pengembangan diri secara total dan berkesinambungan. Jiwa yang dinamis pula yang pada akhirnya akan melahirkan etos kerja dan budaya pengembangan diri yang baik.

Pengembangan diri manusia bersifat dinamis, berubah dari hari ke hari. Dinamisnya pengembangan diri telah diisyaratkan
Allah SWT dalam surat al-Hasyr ayat 18,  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui a
Read More......

Sabtu, 18 Februari 2012

Adap Menuntut Ilmu

Adap Dalam Menuntul Ilmu 
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah semata yang telah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, Dialah Allah tuhan yang maha ESA,
Sholawat selalu terlimpah kepada panutan kita, san pembawa pencerah di bumi, yang telah mengeluarkan manusia dari jalan gelap gulita menuju cahaya islam, dialah Nabi Muhammad SAW.
Fenomena belakangan ini banyak kejadian-kejadian yang tidak sewajarnya dilakukan oleh orang yang melakukan, maksudnya ada anak kecil tetapi tingkah lakunya seperti anak dewasa dan sebaliknya ada anak dewasa atau orang tua yang tingkah lakunya seperti anak kecil, inilah fenomena yang terjadi sekarang ini, mengapa itu bisa terjadi?? Karena mereka jauh dari ILMU, mereka enggan melakukan perbaikan diri, mengembang diri, meningkatkat kwalitas diri.
Saudaraku yang di cintai Allah……
Allah telah berjanji dalam firmanya,
“ Barang siapa yang menuntut ilmu akan diangkat drajatnya” dalam sabda nabi juga dikatakan, « menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan » HR. Buhari
Saudaraku yang di cintai Allah……
Mari kita selalu mendekatkan diri kepada Allah
Read More......

Minggu, 22 Januari 2012

Menggapai Mimpi

Mengapa mimpi penting dan harus diberi porsi untuk dilakukan? Karena mimpi adalah representasi dari kebebasan. Mimpi itumerupakan arena ekspresi yang bebas norma, dan bebas nilai, bahkan anda tidak perlu tahu, anda berada dimana pada saat anda bermimpi. Tidak ada pagar, tidak ada tembok, tidak ada aturan, dan tidak ada kendala keterbatasan sumber daya. Ketika anda masih anak-anak anda dapat menyatakan cita-cita anda seenak udelmu dhewe (as delicious as your belly button….kata si paijo).
Anda bebas menyatakan ingin menjadi presiden, astronot, atau apapun, tanpa peduli dengan keterbatasan anda. Itulah kegunaannya mimpi, anda dapat menentukan strategic objective anda sesuai dengan ekspektasi anda. Kenapa harus sesuai dengan ekspektasi anda? Gunanya agar motivasi anda terpicu dan bergulir dengan kecepatan maksimum, tanpa anda perlu menegak Viagra. Jadi anda bisa bayangkan lemahnya keinginan meraih tujuan yang tidak sesuai dengan ekspektasi anda. Mana mau anda naik Timor, kalau anda memimpikan BWM. Mana mau anda pergi ke Tasikmalaya, kalau anda memimpikan Vienna. Mana mau anda menyantap getuk lindri, kalau anda memimpikan burger bakar dago. Namun tetap harus diingat bahwa dalam siklus manajemen, penetapan strategic objective merupakan salah satu elemen dalam tahapan perencanaan saja. Anda tidak bisa hanya menetapkan tujuannya saja, itu namanya half wit. Hal lain yang harus anda lakukan adalah merumuskan langkah-langkah tindakan untuk mencapai strategic objective. Lalu mengeksekusinya pada tahapan implementasi, dan mengendalikannya pada tahapan control. Pada saat eksekusi itulah, anda masuk kedalam kondisi "start driving". Mulai menikmati perjalanan dalam rangka mencapai tujuan. Mulai harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang prima untuk memainkan pedal gas, rem, kopling (karena nggak otomatik), dikombinasikan dengan mengendalikan stir, berbekal pandangan lurus kedepan, sambil sesekali melihat kaca spion samping & spion belakang (ini nulis artikel atau diktat kursus stir mobil…….hahaha).
"Start Driving" juga mengingatkan pada kita bahwa sesuatu itu tidak ada yang "ujug-ujug". Segala sesuatu itu akan melalui proses. Untuk mendapatkan kecepatan 160 km/jam, anda harus melalui beberapa tahapan dan mengkonsumsi sekian menit waktu. Pada dasarnya tidak sesuatu yang secara "suddenly" jatuh dari langit atau dari UFO seperti Mr.Bean yang tiba-tiba di tengah jalan, tanpa jelas asal usulnya. Proses adalah fungsi dari waktu, jadi untuk mencapai sesuatu itu ada kebutuhan waktunya. Dan pada umumnya, hasil yang baik diperoleh dengan proses yang lama, bukan proses yang instant. Jadi pada saat start driving, pada hakekatnya anda memiliki kesempatan untuk melakukan penyesuaian, karena anda berpijak pada dunia nyata dan realitas. Jika langkah-langkah tindakan terasa sulit, anda bisa merevisinya. Jika tujuan terasa jauh, andapun dapat memindahkan tujuan anda ke koordinat yang lebih sesuai dengan kekuatan anda. Jadi pragmatisme dapat saja muncul untuk mengkoreksi idealisme, ketika anda mulai melangkah. Kalau angsuran kredit BMW, Harrier, atau Odissey anda, dirasakan mencekik leher anda, kenapa tidak membeli cash Timor Seken saja….hahahaha. Daripada gaya tapi riweuh, lebih baik sederhana tapi tenang. Itulah gunanya start driving, rasionalitas akan berusaha mengkoreksi mimpi indah anda. Kalau baru daftar jadi Caleg saja, anda harus keluar duit puluhan juta rupiah, ya mendingan mengabdi jadi RT saja. Pilihan itu tidak kalah mulianya, jika anda berhasil menciptakan lingkungan RT yang gemah ripah rapih repeh, daripada jadi Caleg yang bergelimang KKN dan mencemaskan rakyat. Daripada jadi raja yang zhalim, lebih baik jadi ponggawa yang sholeh. (tapi tentu saja pilihan yang paling mantabb adalah menjadi raja yang sholeh)
Prinsip manajemen mangajarkan pada kita beberapa hal, antara lain:
1. Rencanakan route anda dengan jelas dan tetapkan ettape-ettape nya. Program kerja dan rencana tindakan (action plan) perlu dibuat secara rinci, agar anda dapat dengan mudah beralih satu aktivitas lain, setelah satu aktivitas selesai dikerjakan. Kegiatan yang tidak jelas dan rinci akan mengakibatkan anda bingung menetapkan tindakan selanjutnya setelah satu pekerjaan selesai dikerjakan. Jangan menjadi si kabayan, yang sering berhasil by accident. Anda seharusnya berhasil by planning.
2. Sediakan perbekalan yang cukup. Sumber daya yang anda miliki harus mamadai. Tapi tidak perlu seperti orang mau pindahan yang bawa semua barang. Anda harus membawa perbekalan logistik dan disertai dengan sumber daya pengetahuan & informasi yang cukup. Ini penting agar anda dapat mengevaluasi kemungkinan keberhasilan anda dalam mencapai tujuan.
3. Perhatikan kondisi jalan. Faktor eksternal bisa saja muncul sebagai kendala utama dalam mencapai tujuan. Jika jalanan longsor, jembatan rubuh, atau ada angin puting beliung, yang akan mengganggu atau menggagalkan perjalanan, maka anda perlu memikirkan ulang route yang akan anda tempuh. Jadi berdasarkan evaluasi anda terhadap kondisi jalan, anda dapat merevisi program kerja sekaligus tujuannya.
4. Istirahatlah yang cukup. Jeda sejenak, akan memberikan anda energy baru. Selain itu, jeda juga akan memberikan anda kesempatan untuk mengevaluasi dan belajar dari hal-hal yang sudah anda lewati. Proses pembelajaran ini penting, agar kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi tidak berulang begitu saja
5. Nikmatilah perjalanannya. Hidup pada dasarnya adalah menciptakan nilai tambah dari proses yang anda lewati. Oleh karena itu, proses yang panjang bukan hal yang harus disesali. Proses yang panjang justru merupakan kesempatan anda yang lebih besar untuk mengakumulasi nilai tambah (value added). Ibarat artis, jika anda melesat dan meledak diudara seperti kembang api, maka anda hanya membuat terkesima orang-orang sesaat saja. Setelah cahaya api mati, orang tidak akan peduli lagi dimana keberadaan dan jejak anda, karena anda jatuh dalam gelap. Namun jika anda, lampu patromax, anda akan terang lebih lama, meskipun harus dipompa dengan waktu yang cukup lama. Dan ketika petromaks meredup, orang-orang akan membantunya untuk menyala kembali. Jadi proses panjang adalah amanah yang harus dioptimalkan, bukan untuk disesali.
Read More......

Sabtu, 21 Januari 2012

Membangun Kepedulian

Sering kita jumpai, disekitar kita bagai mana kondisi disekitar kita jika masih banyak hal-hal yang dapat kita berikan untuk kebaikan mereka maka wajib untuk kita berikan, ketika melihat anak di sekitar lingkungan saya khususnya, tepatnya didukuh candirejo, puluhan, jatinom, klaten, jawa tengah banyak hal yang semestinya bisa saya berikan untuk mereka, membekali mereka untuk masa depan mereka, belajar bersama mereka dalam membentuk karakter kepribadianya, membersamai perkembangan kepribadian mereka, namun apa mau dikata, semakin lama ternyata keterlibatan saya dalam organisasi-organisasi dakwah yang saya ikuti ternyata cukup menyita waktu, semakin banyak amanah yang harus saya emban, tugas yang harus saya lakukan,. tapi disela sela waktu terfikir bagaimana menjadikan peran kita dimasyarakat,. semua amanah harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. kesibukan yang saya jalani khususnya, semoga dapat menjadikan pribadi saya menjadi pribadi yang lebih baik. pribadi yang mempunyai kemanfaatan bagi umat ini.salam semangat wahi saudaraku
Read More......

Rabu, 04 Januari 2012

Pendidikan Karakter

Oleh: Dr Adian Husaini
Konsultan Pendidikan Pesantren

Mohammad Natsir, salah satu pahlawan nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr GJ Nieuwenhuis: "Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya."

Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah 'guru' dan 'pengorbanan'. Maka itu, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak 'guru-guru yang suka berkorban'. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekadar 'guru pengajar dalam kelas formal'. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. 'Guru' adalah

'digugu' (didengar) dan 'ditiru' (dicontoh). Guru bukan sekadar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

Mohammad Natsir adalah contoh guru sejati, meski tidak pernah mengenyam pendidikan di fakultas keguruan dan pendidikan. Hidupnya dipenuhi dengan idealisme tinggi untuk memajukan dunia pendidikan dan bangsanya. Setamat AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung, dia memilih terjun langsung ke dalam perjuangan dan pendidikan. Ia mendirikan Pendis (Pendidikan Islam) di Bandung. Di sini, Natsir memimpin, mengajar, mencari guru dan dana. Terkadang, ia keliling ke sejumlah kota mencari dana untuk keberlangsungan pendidikannya. Kadangkala, perhiasan istrinya pun digadaikan untuk menutup uang kontrak tempat sekolahnya.

Di samping itu, Natsir juga melakukan terobosan dengan memberikan pelajaran agama kepada murid-murid HIS, MULO, dan Kweekschool (Sekolah Guru). Ia mulai mengajar agama dalam bahasa Belanda. Kumpulan naskah pengajarannya kemudian dibukukan atas permintaan Sukarno saat dibuang ke Endeh, dan diberi judul Komt tot Gebeid (Marilah Shalat).

Pada 17 Agustus 1951, hanya enam tahun setelah kemerdekaan RI, M Natsir melalui sebuah artikelnya yang berjudul Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawa Hanyut, Natsir mengingatkan bahaya besar yang dihadapi bangsa Indonesia, yaitu mulai memudarnya semangat pengorbanan. Melalui artikelnya ini, Natsir menggambarkan betapa jauhnya kondisi manusia Indonesia setelah kemerdekaan dengan prakemerdekaan. Sebelum kemerdekaan, kata Natsir, bangsa Indonesia sangat mencintai pengorbanan. Hanya enam tahun sesudah kemerdekaan, segalanya mulai berubah. Natsir menulis: "Dahulu, mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas di medan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu negara yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau… Semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai…Sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu, dan merajalela sifat serakah… Tak ada semangat dan keinginan untuk memperbaikinya. Orang sudah mencari untuk dirinya sendiri, bukan mencari cita-cita yang diluar dirinya..."

Peringatan Natsir hampir 60 tahun lalu itu perlu dicermati oleh para elite bangsa, khususnya para pejabat dan para pendidik. Jika ingin bangsa Indonesia menjadi bangsa besar yang disegani di dunia, wujudkanlah guru-guru yang mencintai pengorbanan dan bisa menjadi teladan bagi bangsanya. Beberapa tahun menjelang wafatnya, Natsir juga menitipkan pesan kepada sejumlah cendekiawan yang mewawancarainya, "Salah satu penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, adalah berlebih-lebihan dalam mencintai dunia.

" Lebih jauh, kata Natsir: "Di negara kita, penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala yang 'baru', tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa Orde Lama (kecuali pada sebagian kecil elite masyarakat). Tetapi, gejala yang 'baru' ini, akhir-akhir ini terasa amat pesat perkembangannya sehingga sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di Spanyol, melainkan bagi bangsa kita pada umumnya akan menghadapi persoalan sosial yang cukup serius."

Seorang dosen fakultas kedokteran pernah menyampaikan keprihatinan kepada saya. Berdasarkan survei, separuh lebih mahasiswa kedokteran di kampusnya mengaku, masuk fakultas kedokteran untuk mengejar materi. Menjadi dokter adalah baik. Menjadi ekonom, ahli teknik, dan berbagai profesi lain, memang baik. Tetapi, jika tujuannya adalah untuk mengeruk kekayaan, dia akan melihat biaya kuliah yang dikeluarkan sebagai investasi yang harus kembali bila lulus kuliah. Ia kuliah bukan karena mencintai ilmu dan pekerjaannya, melainkan karena berburu uang!

Dunia Pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran dana besar disertai berbagai program terobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul, beriman, bertakwa, profesional, dan berkarakter. Dr Ratna Megawangi dalam bukunya, Semua Berakar pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007), mencontohkan, bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurut dia, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.

Banyak program pendidikan - PPKN, PMP, dsb - yang gagal, karena memang tidak serius untuk diamalkan. Dan lebih penting, tidak ada contoh!

Harap maklum, konon orang Indonesia dikenal piawai dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UAN, mungkin bagus! Tapi, di lapangan, banyak yang bisa menyiasati bagaimana siswanya lulus semua. Sebab, itu tuntutan pejabat dan orang tua. Guru tidak berdaya. Kebijakan sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu ilmu! Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini nantinya juga menyuburkan bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi dan jabatan tertentu.

Kini, sebagaimana dikatakan Natsir, yang dibutuhkan bangsa ini adalah 'guru-guru sejati' yang cinta berkorban untuk bangsanya. Bagaimana murid akan berkarakter; jika setiap hari dia melihat pejabat mengumbar kata-kata, tanpa amal nyata. Bagaimana anak didik akan mencintai gurunya, sedangkan mata kepala mereka menonton guru dan sekolahnya materialis, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya melalui lembaga pendidikan.

Pendidikan karakter adalah perkara besar. Ini masalah bangsa yang sangat serius. Bukan urusan Kementerian Pendidikan semata. Presiden, menteri, anggota DPR, dan para pejabat lainnya harus memberi teladan. Jangan minta rakyat hidup sederhana, hemat BBM, tapi rakyat dan anak didik dengan jelas melihat, para pejabat sama sekali tidak hidup sederhana dan mobil-mobil mereka - yang dibiayai oleh rakyat - adalah mobil impor dan sama sekali tidak hemat.

Read More......